Minggu, 25 Maret 2012

DBD (Demam Berdarah Dengue)


Epidemiologi AIDS


Mengenal AIDS


Pencegahan AIDS

Kriteria Kerja KLB (Kejadian Luar Biasa)


1. Definisi KLB

KLB sama dengan wabah adalah terjadinya sejumlah kasus penyakit, yang diketahui atau diduga disebabkan oleh infeksi atau infestasi parasit yang melampau jumlah wajar atau yang tidak selayaknya ada ditempat atau pada waktu tertentu. Yang membedakan antara KLB dan wabah yaitu KLB tanpa ada pernyataan dari Menteri Kesehatan

2. Kriteria Kerja KLB:
  • Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal
  • Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
  • Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibanding dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
  • Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya
  • Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua  kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
  • CFR dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
  • Proportional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau  lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya
  • Beberapa penyakit khusus: cholera, DHF/DSS: 
    • Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
    • Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
  • Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita:
    • Keracunan makanan
    • Keracunan Pestisida

Kriteria kerja untuk penentuan Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti tersebut diatas sebagai pedoman untuk pelaksanaan tugas.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin dari Segi Asupan Makanan


a.  Budaya pangan:
Kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan.
b.  Pola makanan
Di beberapa daerah pedesaan di Asia Tenggara umumnya makan satu atau dua kali sehari. Cara penyiapan pangan secara tradisional, biasanya tidak menggunakan bahan bakar dan cenderung mempertahankan zat gizi yang terdapat dalam pangan.
c.  Pembagian makanan dalam keluarga
Kekurangan pangan dalam rumah tangga akan menyebabkan kecukupan gizi anggota keluarga terganggu. Kekurangan pangan yang kronik akan berpengaruh terhadap kadar hemoglobin.
d.  Besar keluarga
Banyaknya anggota dalam suatu keluarga akan mempengaruhi pemenuhan gizi keluarga tersebut.
e.  Faktor pribadi
Faktor pribadi dan kesukaan yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi penduduk.
f.  Pengetahuan gizi
Pengetahuan yang kurang menyebabkan bahan makanan bergizi yang tersedia tidak dikonsumsi secara optimal. Kesalahan pemilihan bahan makanan dan pola makan yang salah, cukup berperan dalam terjadinya anemia (Depkes RI, 2003).  
g.  Tampilan
Suatu bahan makanan dianggap memenuhi selera atau tidak, tergantung tidak hanya pada pengaruh sosial dan budaya tetapi juga dari bentuk makanan secara fisik.
h.  Status kesehatan
Tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang.
i.   Segi psikologi
Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak.
j.   Kepercayaan terhadap Makanan
Manusia selalu berpikir dalam menentukan menu dari makanan yang akan dikonsumsi. Bahwa makanan tertentu akan memberikan dampak bagi tubuh mereka (Irianti, 2008).

Prinsip Dasar Kesehatan Kerja


Resistensi Terhadap Obat Malaria


     

Rapid Survey (Survey Cepat)


Pengolahan Sampah


      Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar, 1990).

Pada penelitian ini dikemukakan tiga jenis alternatif teknologi pengolahan sampah yang dapat digunakan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur, yakni: pengomposan, incenerator, dan tempat penimbunan akhir sampah (TPA) secara sanitary landfill. Berikut uraian mengenai hal-hal yang terkait dengan ketiga jenis alternatif teknologi pengolahan sampah tersebut.

A. PENGOMPOSAN (COMPOSTING)

Uraian mengenai proses pengomposan berikut ini bersumber dari Suriawiria (1996). Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba.

Proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroba merupakan proses berantai. Senyawa organik yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari udara, tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjadi proses mikrobiologis. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan lancar adalah perbandingan nitrogen dan karbon (C/N rasio) di dalam bahan, kadar air bahan, bentuk dan jenis bahan, temperatur, pH, dan jenis mikroba yang berperan di dalamnya. 

Indikator yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi senyawa organik berjalan lancar adalah adanya perubahan pH dan temperatur. Proses dekomposisi akan berjalan dalam empat fase, yaitu mesofilik, termofilik, pendinginan, dan masak. Hubungan diantara keempat fase tersebut sebagai berikut:

1. Pada proses permulaan, media mempunyai nilai pH dan temperatur sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada, yaitu pH + 6.0 dan temperatur antara 18 - 22 derajat Celcius

2. Sejalan dengan adanya aktifitas mikroba (khususnya bakteri indigenousi) di dalam bahan, maka temperatur mulai naik, dan akhirnya akan dihasilkan asam organik

3. Pada kenaikan temperatur diatas 40 derajat Celcius, aktifitas bakteri mesofilik akan terhenti, kemudian diganti oleh kelompok termofilik. Bersamaan dengan pergantian ini, amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga nilai pH akan berubah kembali menjadi basa

4. Kelompok jamur termofilik, yang terdapat selama proses, akan mati akibat kenaikan temperatur diatas 60 derajat Celcius. Selanjutnya akan diganti oleh kelompok bakteri dan actinomycetes termofilik sampai batas temperatur +86 derajat Celcius.

5. Jika temperatur maksimum sudah tercapai serta hampir seluruh kehidupan di dalamnya mengalami kematian, maka temperatur akan turun kembali hingga mencapai kisaran temperatur asal. Fase ini disebut fase pendinginan dan akhirnya terbentuklah kompos yang siap digunakan. 

Beberapa faktor, baik biotik maupun abiotik yang mempengaruhi proses pengomposan, antara lain:

1. Pemisahan bahan. Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar didegradasi harus dipisahkan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa logam, batu, plastik dan sebagainya. Bahkan bahan-bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, antara lain residu pestisida, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan baku kompos.

2. Bentuk bahan. Lebih kecil dan homogen bentuk bahan, maka proses pengomposan akan berjalan lebih cepat dan baik. Karena lebih kecil dan homogen bahan baku kompos, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktifitas mikroba. Juga pengaruhnya terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2 yang dihasilkan. 

3. Nutrien. Aktifitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien karbohidrat, antara 20%-40% karbohidrat yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2.

4. Kadar air bahan. Kadar air bahan bergantung pada bentuk dan jenis bahan, namun optimum pada kisaran 50% hingga 70%, terutama selama proses fase pertama. Kadang-kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misal pada jerami. 

B. PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR)

Pembakaran sampah dengan menggunakan incenerator adalah salah satu cara pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Didalam incenerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuangan sampah, cara ini bukan merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih memerlukan penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat pencemar yang terbawa, sehingga cara ini masih merupakan intermediate treatment.

Salah satu kelebihan incenerator menurut Salvato (1982) adalah dapat mencegah pencemaran udara dengan syarat incenerator harus beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi, serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau.

Kelebihan incenerator sebagai alat pengolah sampah juga dikemukakan oleh Sidik et al.(1985), yaitu meskipun incenerator masih belum sempurna sebagai sarana pembuangan sampah, akan tetapi terdapat beberapa keuntungan sebagai berikut:

1. Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup besar, sekitar 75% hingga 80% dari sampah awal yang datang tanpa proses pemisahan.

2. Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering dan bebas dari pembusukan

3. Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih besar dari 300 ton/hari) dapat dilengkapi dengan peralatan pembangkit listrik

Menurut Sidik et al. (1985), sistem incenerator pada dasarnya terdiri atas dua macam, yaitu: 

1. Sistem pembakaran berkesinambungan. Sistem ini menggunakan gerakan mekanisasi dan otomatisasi dalam kesinambungan pengumpanan sampah ke dalam ruang bakar (tungku) dan pembuangan sisa pembakaran. Sistem ini umumnya dilengkapi fasilitas pengendali pembersih sisa pembakaran untuk membersihkan abu dan gas. Sistem ini dapat digunakan untuk instalasi dengan kapasitas besar (lebih besar dari 100 ton/hari) dan beroperasi selama 24 jam atau 16 jam per hari.

2. Sistem pembakaran terputus. Sistem ini umumnya sederhana dan mudah dioperasikan. Digunakan untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 ton/hari). 
Biasanya beroperasi kurang dari 8 jam per hari. Cara kerjanya terputus-putus dalam arti bila sampah yang sudah dibakar menjadi abu, maka untuk pembakaran berikutnya abu tersebut harus dikeluarkan lebih dahulu. Setelah bersih, baru dapat dilakukan pembakaran sampah selanjutnya.

Proses yang terdapat pada incenerator pada dasarnya terdiri atas enam tahap, yaitu:
1. Proses pembakaran
2. Poses pengolahan abu
3. Proses pendinginan gas
4. Poses pengolahan gas
5. Proses pengolahan air kotor, dan
6. Proses pemanfaatan panas.
Proses tersebut menunjukkan bahwa pengolahan sampah dengan incenerator dilakukan dengan memperhatikan aspek keamanan terhadap lingkungan. 

C. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH = TPA (LANDFILL)

Menurut Sidik et al. (1985), pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Ditinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah.

Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan 
2. Mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah 
3. Aman terhadap lingkungan sekitarnya.

Ada dua teknik yang dikemukakan oleh Salvato (1982) yang termasuk dalam kategori TPA, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary landfill. 

Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun.

Menurut Sidik et al. (1985) penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah dengan menggunakan compactor, dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga Dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup tersebut sebagai berikut: 
1. Mencegah berkembangnya vektor penyakit 
2. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan 
3. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul 
4. Mencegah kebakaran 
5. Menjaga agar pemandangan tetap indah 
6. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah 
7. Mengurangi volume lindi

Hal yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan pembangunan TPA dengan teknik sanitary landfill adalah kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan di areal TPA tersebut.

Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa ada beberapa jenis pencemaran di lahan penimbunan sampah (TPA) yaitu: 
1. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan komponen-komponen hasil penguraian sampah.

2. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas CO2, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar. Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber bau yang tidak enak.

Sanitasi Lingkungan


Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan mengurangi atau mengendalikan faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai penularan penyakit. Pengertian lain dari sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian faktor lingkungan yang menjadi mata rantai penularan penyakit (Depkes, 2002). 

WHO dalam Sasimartoyo (2002) memberikan batasan sanitasi, yaitu pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit,  kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi   atmosfer   dan   keselamatan   lingkungan   kerja. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada   di sekitar manusia, Abaik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi antara elemen-elemen yang ada di alam (Slamet, 1994).

Menurut (Entjang, 2000) bahwa sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Pada prinsipnya usaha sanitasi bertujuan untuk menghilangkan sumber-sumber makanan (food preferences), tempat perkembangbiakan (breeding places) dan tempat tinggal (resting places) yang sangat dibutuhkan vektor dan binatang pengganggu (Depkes, 1990). Sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan atau upaya kesehatan untuk memelihara dan  melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air  bersih untuk mencuci tangan dalam memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan, membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air yang memenuhi syarat  kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. 

Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan WHO dengan penyelidikan-penyelidikan di seluruh dunia dimana didapatkan hasil bahwa angka kematian (mortality), angka kesakitan (morbidity) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi, terdapat di tempat yang sanitasi lingkungannya buruk, yaitu tempat yang terdapat banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga dan perumahan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi rendah. Sebaliknya, di tempat-tempat yang kodnsi sanitasi lingkungannya baik, angka kematian dan kesakitan juga rendah (Entjang, 2000). 

Dampak B3 terhadap Kesehatan


LINGKUNGAN


Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Salah satu fenomena utama yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan adalah perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat dan upaya kesehatan.

Jumat, 23 Maret 2012

Hepatitis


Anemia Gizi Besi


program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu periode kedua


Dalam program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu periode kedua, Presiden RI menetapkan 45 program penting yang akan dijalankan di seluruh tanah air berkaitan dengan pembangunan sektoral dan regional. Dari 45 program ini telah dipilih 15 program unggulan, dimana kesehatan masuk dalam program ke 12. Landasan kerja pembangunan kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu ke-2 ini, akan memperhatikan tiga “tagline” penting yaitu change and continuity; debottlenecking, acceleration, and enhancemen; serta unity, together we can.

Sejak dilantik menjadi Menteri Kesehatan, dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH. telah menetapkan program jangka pendek 100 hari dan program jangka menengah tahun 2010 – 2014 yang disusun dalam sebuah rencana strategis Depkes. Program 100 hari Menkes mengangkat 4 isu, yaitu (1) peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan Jaminan Kesehatan Masyarakat, (2) peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs, (3) pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, serta (4) peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) Untuk meningkatkan kinerja
Departemen Kesehatan, telah ditetapkan Visi dan Misi Rencana Strategis Depkes tahun 2010 – 2014. Visi Rencana Strategis yang ingin dicapai Depkes adalah “Masyarakat Yang Mandiri dan Berkeadilan“. Visi ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, (2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan, (3) menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, serta (4) Menciptakan tata kelola keperintahan yang baik. Visi dan
Misi ini akan diwujudkan melalui 6 Rencana Strategi Tahun 2010 – 2014, yaitu:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti,: dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif
3. MEningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan social kesehatan nasional
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.
sumber: Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.

Daftar Istilah Kesehatan Masyarakat

Administrative penalty: a penalty levied by a designated public service employee. denda Administrasi: hukuman yang dikenakan oleh karyawan publik yang ditunjuk. A penalty may consist of a fine and/or action to remedy the public health hazard. denda mungkin terdiri dari denda dan / atau tindakan untuk memperbaiki bahaya kesehatan masyarakat.
Communicable disease: an illness caused by an infectious agent or its toxic products. Penyakit menular: penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius atau produk beracun tersebut.
Diagnostic examination: a medical test or exam conducted for the purpose of identifying an infectious or hazardous agent or managing a health condition. Pemeriksaan Diagnostik: tes medis atau ujian dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi atau berbahaya agen infeksi atau mengelola kondisi kesehatan. A diagnostic examination includes the collection of bodily fluids and substances, diagnostic imaging examinations, skin testing and psychological testing. Pemeriksaan diagnostik mencakup pengumpulan cairan tubuh dan zat, pemeriksaan pencitraan diagnostik, tes kulit dan tes psikologis.
Hazardous agent: anything that may cause a serious health risk if a person is contaminated with it, or indicates the presence of a contaminant that poses a health risk (eg a mercury spill in a school). Berbahaya agent: apa saja yang dapat menyebabkan resiko kesehatan serius jika seseorang terkontaminasi dengan itu, atau menunjukkan kehadiran kontaminan yang menimbulkan risiko kesehatan (misalnya tumpahan merkuri di sekolah a).
Health hazard: means something that adversely affects public health or interferes with the suppression of infectious or hazardous agents. Bahaya kesehatan: berarti sesuatu yang buruk mempengaruhi kesehatan masyarakat atau mengganggu penindasan atau berbahaya agen infeksius. Something can also be prescribed a “health hazard” as a result of being associated with injury or illness, or failing to meet a given health standard. Sesuatu juga bisa diresepkan "bahaya kesehatan" sebagai hasil dari dikaitkan dengan cedera atau sakit, atau gagal memenuhi standar kesehatan yang diberikan.
Health impediment: something prescribed by regulation that has long-term, cumulative effects that endanger public health, cause chronic disease or disability, interfere with the prevention of injury or illness, or are associated with poor population health (eg trans fats in food). Kesehatan halangan: sesuatu yang ditentukan oleh peraturan yang memiliki jangka panjang, efek kumulatif yang membahayakan kesehatan masyarakat, menyebabkan penyakit kronis atau cacat, mengganggu dengan pencegahan cedera atau sakit, atau yang terkait dengan kesehatan masyarakat miskin (misalnya lemak trans dalam makanan).
Health officer: an environmental health officer, medical health officer or the provincial health officer. Petugas kesehatan: seorang petugas kesehatan lingkungan, petugas kesehatan medis atau petugas kesehatan propinsi.
Infectious agent: a prescribed agent that could cause an illness and may be transmitted by an infected person or thing, through a thing, the environment or other means (eg West Nile Virus, food borne parasites). Infectious agent: agen ditentukan yang dapat menyebabkan penyakit dan dapat ditularkan oleh orang yang terinfeksi atau hal, melalui hal, lingkungan atau cara lain (misalnya West Nile Virus, makanan parasit ditanggung).
Prescribe: Means to prescribe by regulation. Resep: Berarti untuk meresepkan dengan peraturan.
Preventive measure: means actions taken for the purpose of: preventing illness; promoting health; preventing transmission of an infectious agent; and/or preventing contamination by a hazardous agent. Pencegahan mengukur: berarti tindakan yang diambil untuk tujuan: mencegah penyakit, mempromosikan kesehatan, mencegah penularan kuman penyakit, dan / atau mencegah kontaminasi oleh agen berbahaya. Examples of preventive measures include: vaccinations and preventive medications; decontamination measures; and wearing personal protective equipment (eg a protective mask). Contoh tindakan pencegahan meliputi: vaksinasi dan obat pencegahan; tindakan dekontaminasi, dan memakai alat pelindung diri (misalnya masker pelindung).
Public health: the organized effort of society to protect and improve the health and well-being of the population through Kesehatan masyarakat: upaya terorganisir dari masyarakat untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan penduduk melalui
  • health monitoring, assessment and surveillance kesehatan pemantauan, penilaian dan pengawasan
  • health promotion promosi kesehatan
  • reducing inequalities in health status mengurangi kesenjangan status kesehatan
  • prevention of disease, injury, disorder, disability and premature death, and pencegahan penyakit, cedera, gangguan, kecacatan dan kematian dini, dan
  • protection from environmental hazards to health. perlindungan dari bahaya lingkungan untuk kesehatan.
This is done through an appropriate balancing of the rights and responsibilities of individuals and organizations and the responsibility of government to protect and promote health. Hal ini dilakukan melalui menyeimbangkan sesuai hak dan tanggung jawab individu dan organisasi dan tanggung jawab pemerintah untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan.
Public health emergency: a public health emergency is the occurrence of an event that: has a serious public health impact and requires immediate intervention; is unusual or unexpected; will likely result in the spread of an infectious or hazardous agent to other jurisdictions; and/or will likely result in travel or trade restrictions eg a pandemic flu outbreak. Darurat kesehatan masyarakat: keadaan darurat kesehatan masyarakat adalah terjadinya suatu peristiwa yang: memiliki dampak kesehatan masyarakat yang serius dan memerlukan intervensi segera, apakah biasa atau tak terduga; mungkin akan mengakibatkan penyebaran atau berbahaya agen menular ke yurisdiksi lainnya, dan / atau kemungkinan besar akan mengakibatkan pembatasan perjalanan atau perdagangan misalnya wabah flu pandemi.
Public health plan: a plan to protect and promote health and well-being. Kesehatan umum rencana: rencana untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Purposes of public health plans include: identify the needs of specific populations; monitor and assess the health status of the population; prevent and mitigate the adverse effects of diseases, disabilities, injuries, health hazards and health impediments; and facilitate the delivery of public health functions. Tujuan rencana kesehatan masyarakat meliputi: mengidentifikasi kebutuhan populasi tertentu; memantau dan menilai status kesehatan penduduk; mencegah dan mengurangi dampak merugikan dari penyakit, cacat, cedera bahaya kesehatan, dan halangan kesehatan, dan memfasilitasi pengiriman kesehatan masyarakat fungsi.
Regulation: provides detailed rules that are not found in the Act such as definitions, detailed licensing requirements, performance specification, exemptions, and forms. Peraturan: menyediakan aturan rinci yang tidak ditemukan dalam UU seperti definisi, persyaratan perizinan rinci, spesifikasi kinerja, pembebasan, dan bentuk. For example, the Public Health Act allows creating regulations the provide detailed rules in relation to communicable disease reporting and control, swimming pool construction and operation, health impediment control (eg trans fats in restaurants) and onsite domestic sewage disposal systems. Sebagai contoh, Undang-Undang Kesehatan Masyarakat memungkinkan membuat peraturan yang memberikan aturan rinci dalam kaitannya dengan pelaporan penyakit menular dan kontrol, kolam konstruksi kolam dan operasi, hambatan kontrol kesehatan (misalnya lemak trans di restoran) dan pembuangan limbah domestik sistem onsite.
Syndrome: a health condition that is characterized by a group of signs and symptoms, and has an adverse health effect (eg AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), Haemolytic Uremic Syndrome). Sindrom: kondisi kesehatan yang ditandai oleh sekelompok tanda dan gejala, dan memiliki efek kesehatan yang merugikan (misalnya AIDS

Glosarium

Acute Trust An NHS organisation providing secondary and/or tertiary care, often based in hospitals Akut Kepercayaan Sebuah NHS organisasi yang menyediakan sekunder dan / atau tersier perawatan, sering yang berbasis di rumah sakit
imunisasi primer ('imms') Imunisasi dilakukan secara rutin dalam beberapa bulan pertama kehidupan
perawatan sekunder S econd tingkat kesehatan yang diberikan di Inggris, darurat yang melibatkan dan rujukan spesialis dan pengobatan (biasanya terletak di rumah sakit), disediakan oleh Akut Trust
Kesehatan halangan: sesuatu yang ditentukan oleh peraturan yang memiliki jangka panjang, efek kumulatif yang membahayakan kesehatan masyarakat, menyebabkan penyakit kronis atau cacat, mengganggu dengan pencegahan cedera atau sakit, atau yang terkait dengan kesehatan masyarakat miskin (misalnya lemak trans dalam makanan).

Sejarah Kesehatan Masyarakat



Definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk:
·                     Perbaikan sanitasi lingkungan
·                     Pemberantasan penyakit menular
·                     Pendidikan untuk kebersihan perseorangan
·                     Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan
·  Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya (Winslow, 1920)
Bapak Kesehatan Masyarakat Adalah Charles Edward Amory Winslow (1877-1957)

 1. Sejarah Kesehatan Masyarakat  Dunia
Dimulai dari mitos Yunani  dua tokoh metologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia.  Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang telah

Daftar Blog Saya