BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-sehari Iron Deficiency
Anemia (IDA) atau lebih dikenal dengan sebutan anemia gizi besi
merupakan salah satu masalah gizi yang penting di Indonesia. Masalah anemia
gizi besi ini tidak hanya dijumpai dikalangan rawan seperti anak-anak, ibu
hamil, dan ibu yang sedang menyusui, tetapi juga diantara orang dewasa terutama
golongan karyawan dengan penghasilan rendah Menurut De Maeyer dan Adielstegman
(1985) dalam Ross dan Horton (1998), pada tahun 1985, sekitar 30 persen
penduduk dunia (1.3 milyar) menderita anemia gizi besi.
Anemia
adalah suatu keadaan dimana komponen di dalam darah, yakni hemoglobin (Hb)
dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal. Jika tidak segera ditangani
anemia zat besi bisa menyebabkan ganguan kesehatan serius. Prevalensi anemia
gizi besi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes RI,
pada kelompok usia balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah
47,0%, kelompok wanita usia subur 26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%. Data
WHO tidak kalah fantastis: hampir 30% total penduduk dunia diperkirakan
menderita anemia.
1.2.Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Meningakatkan
kesadarran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi seimbang terutama zat
besi.
1.2.2 Tujuan umumnya
·
Untuk
mencegah terjadinya kasus anemia gizi besi pada masyarakat
·
Menerapkan
kebutuhan gizi yang baik dan seimbang
·
Mengikuti
anjuran dan aturan untuk menghindari Anemia gizi besi
BAB
II
Tinjauan
Pustaka
2.1. Anemia Gizi Besi
Anemia gizi besi
adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati,
sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi anemia
gizi besi, diawali lebih dulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila
cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah hemoglobin
masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi besi saja (tidak
disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin
parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai
cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah
yang baru.
Terdapat
beberapa parameter untuk mengukur proses terjadinya pentahapan dari kurang gizi
besi ke anemia gizi besi. Untuk mengetahui adanya penurunan atau deplesi
cadangan besi tingkat ringan diukur dengan kadar feritin dalam serum darah yang
menurun. Pada tahap berikutnya dapat terjadi deplesi besi yang lebih parah sehingga
dapat mengganggu pembentukan hemoglobin baru, tetapi kadar hemoglobin masih
normal, dimana pada tahap ini diukur dengan menurunnya transferin saturation
dan meningkatnya erythrocyte protoporphyrin. Tahap berikutnya terjadi anemia
gizi besi yang diukur dengan kadar hemoglobin atau hematokrit yang lebih rendah
dari standar normal WHO .
Batasan
hemoglobin untuk menentukan apakah seseorang terkena anemia gizi besi atau
tidak sangat dipengaruhi oleh umur. Untuk anak-anak umur 6 bulan-5 tahun,
dapat dikatakan menderita anemia gizi besi apabila kadar
hemoglobinnya kurang dari 11 g/dl, umur 6-14 tahun kurang dari 12 g/dl, dewasa
laki-laki kurang dari 13 g/dl, dewasa perempuan tidak hamil kurang dari 12
g/dl, dan dewasa perempuan hamil kurang dari 11 g/dl.
2.2.
Penyebab Anemia Gizi Besi
Menurut Komite
Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), anemia gizi besi dapat
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab
tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak
cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga
keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi)
dalam tubuh akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan
zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel
hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Di dalam tubuh, zat besi
sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein yang
disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di dalam
sel-sel otot.
Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh sel tubuh, sedangkan mioglobin mengangkut dan menyimpan oksigen untuk
sel-sel otot. Besi yang ada di dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi
yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang
diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran
pencernaan
Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan
sumber utama. Pada manusia yang normal, kira-kira 20-25 mg besi per hari
berasal dari besi hemolisis, dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan. Di
dalam tubuh manusia,
2.3. Dampak
Anemia Gizi Besi
Dampak yang
ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks. Menurut Ros & Horton
(1998), Anemia Gizi Besi berdampak pada menurunnya kemampuan motorik anak,
menurunnya skor IQ, menurunnya kemampuan kognitif, menurunnya kemampuan mental
anak, menurunnya produktivitas kerja pada orang dewasa, yang akhirnya berdampak
pada keadaan ekonomi, dan pada wanita hamil akan menyebabkan buruknya
persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak negatif
lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. Akibat lainnya dari anemia gizi
besi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan imunitas serta rentan terhadap
pengaruh racun dari logam-logam berat.
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon
kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel
tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA.
Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase
ribonukleotide yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Disamping itu, sel
darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam
keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan
tubuh yaitu mieloperoksidase juga akan terganggu fungsinya akibat defisiensi
besi (Almatsier, 2001).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa anemia gizi besi
erat kaitannya dengan penurunan kemampuan motorik (dampak fisik). Dilihat dari
dampak fisik,
2.4.Angka Kecukupan Gizinya
Konsumsi pangan
merupakan informasi tentang jenis, jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, 2004). Konsumsi
makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat
kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok rumah tangga dan
perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan
tersebut (Supariasa, 2002).
Pola konsumsi makanan merupakan berbagai informasi yang
memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap
hari oleh setiap orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok orang
(keluarga) memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1989).
Manusia membutuhkan konsumsi makanan yang berguna untuk
membantu fungsi semua organ agar dapat berjalan dengan baik seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Tingkat kecukupan zat
gizi berbeda pada setiap orang dan perbedaan tergantung dari umur, jenis
kelamin, jenis pekerjaan ataupun kegiatan yang dilakukan. Pembagian pekerjaan
menurut lamanya bekerja adalah
bekerja delapan
jam adalah termasuk pekerjaan sedang dan bila bekerja lebih dari delapan jam
adalah pekerjaan berat. Secara umum pengaruh gizi pada manusia sangatlah
kompleks antara lain dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, fisik,
produktivitas dan kesanggupan kerja (Kartasapoetra, 2005).
Adapun rata-rata
kecupupan zat gizi orang dewasa wanita bekerja sedang menurut umur dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1.
Rata-rata Kecukupan Zat Gizi Orang Dewasa Wanita Bekerja Sedang Menurut Umur
No
|
Zat Gizi
|
Rata-Rata Kecukupan
|
1.
|
Energi
(kkal)
|
2200
|
2
|
Protein
(gr)
|
50
|
3.
|
Vitamin
C (mg)
|
75
|
4.
|
Zat Besi
(mg)
|
26
|
Faktor
utama yang menyebabkan terjadinya anemia besi adalah kurangnya konsumsi zat
besi yang berasal dari makanan, atau rendahnya absorbsi zat besi yang ada dalam
makanan. Ketersediaan zat besi dari makanan yang tidak mencukupi kebutuhan
tubuh akan mengakibatkan tubuh mengalami anemia besi. Konsumsi makanan yang
cukup jumlahnya dan macamnya akan menjamin kesehatan. Sebaiknya lauk pauk ada
yang berasal dari hewani dan nabati. Demikian juga bahan makanan merupakan
sumber vitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran harus tersedia dalam
hidangan sehari-hari (Wirakusumah, 1999). Makanan yang banyak mengandung zat
besi adalah bahan makanan yang berasal dari hewani. Disamping banyak mengandung
zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka sebesar
20-30%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar