Jumat, 23 Maret 2012

Anemia Gizi Besi




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
      Dalam kehidupan sehari-sehari Iron Deficiency Anemia (IDA) atau lebih dikenal dengan sebutan anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi yang penting di Indonesia. Masalah anemia gizi besi ini tidak hanya dijumpai dikalangan rawan seperti anak-anak, ibu hamil, dan ibu yang sedang menyusui, tetapi juga diantara orang dewasa terutama golongan karyawan dengan penghasilan rendah Menurut De Maeyer dan Adielstegman (1985) dalam Ross dan Horton (1998), pada tahun 1985, sekitar 30 persen penduduk dunia (1.3 milyar) menderita anemia gizi besi.
        Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen di dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal. Jika tidak segera ditangani anemia zat besi bisa menyebabkan ganguan kesehatan serius. Prevalensi anemia gizi besi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes RI, pada kelompok usia balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah 47,0%, kelompok wanita usia subur 26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%. Data WHO tidak kalah fantastis: hampir 30% total penduduk dunia diperkirakan menderita anemia.
1.2.Tujuan
  1.2.1 Tujuan Khusus 
Meningakatkan kesadarran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi seimbang terutama zat besi.
  1.2.2 Tujuan umumnya
·         Untuk mencegah terjadinya kasus anemia gizi besi pada masyarakat
·         Menerapkan kebutuhan gizi yang baik dan seimbang
·         Mengikuti anjuran dan aturan untuk menghindari Anemia gizi besi






BAB II
Tinjauan Pustaka


2.1. Anemia Gizi Besi
      Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih dulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru.
Terdapat beberapa parameter untuk mengukur proses terjadinya pentahapan dari kurang gizi besi ke anemia gizi besi. Untuk mengetahui adanya penurunan atau deplesi cadangan besi tingkat ringan diukur dengan kadar feritin dalam serum darah yang menurun. Pada tahap berikutnya dapat terjadi deplesi besi yang lebih parah sehingga dapat mengganggu pembentukan hemoglobin baru, tetapi kadar hemoglobin masih normal, dimana pada tahap ini diukur dengan menurunnya transferin saturation dan meningkatnya erythrocyte protoporphyrin. Tahap berikutnya terjadi anemia gizi besi yang diukur dengan kadar hemoglobin atau hematokrit yang lebih rendah dari standar normal WHO .
Batasan hemoglobin untuk menentukan apakah seseorang terkena anemia gizi besi atau tidak sangat dipengaruhi oleh umur. Untuk anak-anak umur 6 bulan-5 tahun,
dapat dikatakan menderita anemia gizi besi apabila kadar hemoglobinnya kurang dari 11 g/dl, umur 6-14 tahun kurang dari 12 g/dl, dewasa laki-laki kurang dari 13 g/dl, dewasa perempuan tidak hamil kurang dari 12 g/dl, dan dewasa perempuan hamil kurang dari 11 g/dl.

2.2. Penyebab Anemia Gizi Besi
       Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), anemia gizi besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot.
Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel tubuh, sedangkan mioglobin mengangkut dan menyimpan oksigen untuk sel-sel otot. Besi yang ada di dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan
Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia yang normal, kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari besi hemolisis, dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan. Di dalam tubuh manusia,

2.3. Dampak Anemia Gizi Besi
        Dampak yang ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks. Menurut Ros & Horton (1998), Anemia Gizi Besi berdampak pada menurunnya kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ, menurunnya kemampuan kognitif, menurunnya kemampuan mental anak, menurunnya produktivitas kerja pada orang dewasa, yang akhirnya berdampak pada keadaan ekonomi, dan pada wanita hamil akan menyebabkan buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak negatif lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. Akibat lainnya dari anemia gizi besi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan imunitas serta rentan terhadap pengaruh racun dari logam-logam berat.
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotide yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Disamping itu, sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh yaitu mieloperoksidase juga akan terganggu fungsinya akibat defisiensi besi (Almatsier, 2001).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa anemia gizi besi erat kaitannya dengan penurunan kemampuan motorik (dampak fisik). Dilihat dari dampak fisik,

2.4.Angka Kecukupan Gizinya
       Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis, jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, 2004). Konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa, 2002).
Pola konsumsi makanan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh setiap orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok orang (keluarga) memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1989).
Manusia membutuhkan konsumsi makanan yang berguna untuk membantu fungsi semua organ agar dapat berjalan dengan baik seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Tingkat kecukupan zat gizi berbeda pada setiap orang dan perbedaan tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan ataupun kegiatan yang dilakukan. Pembagian pekerjaan menurut lamanya bekerja adalah
bekerja delapan jam adalah termasuk pekerjaan sedang dan bila bekerja lebih dari delapan jam adalah pekerjaan berat. Secara umum pengaruh gizi pada manusia sangatlah kompleks antara lain dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, fisik, produktivitas dan kesanggupan kerja (Kartasapoetra, 2005).
       Adapun rata-rata kecupupan zat gizi orang dewasa wanita bekerja sedang menurut umur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Rata-rata Kecukupan Zat Gizi Orang Dewasa Wanita Bekerja Sedang Menurut Umur
No
            Zat Gizi
          Rata-Rata Kecukupan
1.
Energi (kkal)
                       2200
2
Protein (gr)
                        50
3.
Vitamin C (mg)
                        75
4.
Zat Besi (mg)
                        26

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya anemia besi adalah kurangnya konsumsi zat besi yang berasal dari makanan, atau rendahnya absorbsi zat besi yang ada dalam makanan. Ketersediaan zat besi dari makanan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan mengakibatkan tubuh mengalami anemia besi. Konsumsi makanan yang cukup jumlahnya dan macamnya akan menjamin kesehatan. Sebaiknya lauk pauk ada yang berasal dari hewani dan nabati. Demikian juga bahan makanan merupakan sumber vitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran harus tersedia dalam hidangan sehari-hari (Wirakusumah, 1999). Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari hewani. Disamping banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka sebesar 20-30%.

Tidak ada komentar:

Daftar Blog Saya